Rabu, 27 Februari 2008

Dimana?

1750 BUBOHU berdiri dan setelah melewati sejarah yang panjang masyarakat Gorontalo lebih mengenalnya sebagai Desa Bongo Kecamatan Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo.

Perjalanan dari pusat kota Gorontalo bisa ditempuh dengan waktu + 20 menit menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua, jalan yang berliku-liku dan melewati gunung di pesisir pantai Teluk Tomini membuat perjalanan setiap orang dipenuhi keindahan alam yang luar biasa.

Desa ini berbatasan dengan Kota Gorontalo yaitu Kelurahan Tanjung Kramat Kota Selatan. Perjalanan dari pusat kota Gorontalo bisa ditempuh dengan waktu + 20 menit menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua, jalan yang berliku-liku dan melewati gunung di pesisir pantai Teluk Tomini membuat perjalanan setiap orang dipenuhi keindahan alam yang luar biasa.

Sampai dengan tahun Delapan puluhan, akses ke desa ini hanya dapat ditempuh melalui laut dari pelabuhan Gorontalo atau jalan kaki melewati Kelurahan Pohe kota Selatan, Kelurahan Donggala dan Potanga Kota Barat Kota Gorontalo.

Masyarakatnya?

Desa yang pada tahun 2007 berpenduduk + 3.200 jiwa atau + 850 KK menyebar di 5 (lima) dusun yaitu:

Dusun Timur
Dusun Tengah
Dusun Barat
Dusun Tenilo
Dusun Wapalo



Mayoritas penduduk desa ini adalah nelayan dan perantau kecuali dusun Tenilo dan Wapalo sebahagian besar adalah petani dan penambang batu alam. Masyarakat nelayan desa ini menjadi nelayan pemburu ikan tuna sampai Molibagu Bolaang Mongondow, Bitung, Maluku, Sorong, Flores, Majene, Sulawesi Barat dan sebahagian pulau-pulau di Sulawesi Tengah, juga wilayah-wilayah lain di propinsi Gorontalo seperti Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango menjadi daerah buruan mereka secara turun-temurun bahkan banyak yang sudah menetap jadi penduduk daerah itu.

Bagi perantau yang berpendidikan memilih menjadi pegawai negeri sipil, guru, dosen, dan pedagang.

BUDAYANYA ?


  • Inilah yang unik

  • Memiliki sejarah yang panjang

  • Melahirkan banyak pembicaraan dan diakui masyarakat luas

  • Tampil di Istana Negara & Islamic Centre Jakart

  • Sarana penunjang

  • Potensi wisata

  • Aset yang tak ternilai

  • Warisan yang selalu jadi kebanggaan

  • Suasana yang mengharukan yang selalu ditunggu-tunggu



Puisi ..............

Andai kau tau .......................
Betapa rindu selalu menyapa dalam memori-memoriku
Kugambar, kutulis, kunyanyikan dalam alunan zikirnya

Dia tidak mudah kulupa
Dalam hitungan apapun
Dan karena rasa syukurku pada Allah
Kuikhlas menghitung kapan tiba saatnya

Kulihat lagi sebuah karya
Kudengar lagi syair-syair indah dalam alunan ketulusan
Aku gemetar dalam detik-detik yang panjang pada peringatan
Kelahiran Nabiku. Nabi Besar Muhammad S.A.W.

Walima kubuat, kupasang, kubawa dalam kebahagiaan dan keikhlasan karena cinta pada Rasulku, Nabiku, utusanMu, ya Allah.



Yotama 2007


SMS untuk teman-teman wartawan :

HARSON Harian Tribun Gorontalo

Assalamualaikum wwb …………………………..

Saudaraku Maulid Nabi Besar Muhammad SAW tidak lama lagi ………. Tanggal 31 Maret dan 1 April 2007 di desa Bongo, kecamatan Batudaa Pantai, kabupaten Gorontalo akan berlangsung perayaan itu secara besa-besaran dengan pembuatan “walima” setiap tahunnya secara kolosal diperkirakan tahun ini bisa mencapai diatas 500.000 biji kolombengi (kue tradisional) akan diusung ke masjid, tahun 2005 “walima“ dari bongo ini kami tampilkan diistana Negara dihadapan duta–duta besar, peristiwa–peristiwa budaya seperti ini selain dilestarikan juga perlu bantuan dari saudaraku untuk dikenal masyarakat lokal lewat media agar dia tetap bertahan dalam kondisi apapun dan menjadi aset utama dalam mengembangkan pariwisata sehingga kelestariannya dapat menjadi bagian dari potensi ekonomi pedesaan… Terima kasih.



Pepen harian Gorontalo Post

Budaya mudik ala orang Bongo Batudaa Pantai

Gorontalo :
Entah mulai kapan budaya (kebiasaan) mudik masyarakat Indonesia berawal, yang jelas setiap tahun kita dipertontonkan suatu pergerakan massal dari masyarakat Indonesia menuju kampung halamannya dari perantauan dan ini bisa kita tebak peristiwa tahunan yang menghebohkan itu selalu menjadi berita menjelang Hari Raya Idul Fitri, juga bagi masyarakat Gorontalo mudik juga bisa kita lihat dari penuhnya kursi pesawat dari Jakarta Makassar menuju Gorontalo, juga melalui darat dari Palu dan Manado, belum melalui laut. Dan begitulah setiap tahunnya. Tapi istilah mudik bagi masyarakat Bongo Batudaa Pantai tidak dikenal di bulan puasa (Ramadhan) justru terjadi disetiap bulan Rabiul awal tahun Hijriah tepatnya 12 Rabiul Awal yang peristiwa ini di Indonesia oleh kaum muslim dikenal dengan Maulid Nabi (memperingati hari kelahiran Nabi besar Muhammad saw) bagi masyarakat Bongo inilah peristiwa tahunan yang ditunggu-tunggu maka siapapun dia yang merasa ada hubungan kekerabatan dengan orang Bongo akan melaksanakan mudik ala orang Bongo ini, pada tahun ini peringatan Maulid Nabi jatuh pada tanggal 31 Maret. Bongo desa kecil yang dihuni oleh hampir separuhnya adalah nelayan lepas di Mobilagu, Bitung, Maluku, Sorong bahkan Flores (NTT) dipastikan akan balik (mudik) membawa hasil untuk satu perayaan dengan berzikir di lima (5) Msjid dan membuat walima yang tahun ini diperkirakan akan diisi dengan kue kolombengi mancapai sekitar 500.000 biji kue. Bongo selama tiga (3) hari berturut-turut dari tanggal 31 Maret s/d 2 April akan dipenuhi perantau dan masyarakat Gorontalo yang tiap tahunnya turut larut dalam perayaan besar dengan iringan DOA ZIKIR DAN PARADE WALIMA secara Kolosal menuju masjid yang pada hari Minggu menjadi puncaknya.

Setelah selesai perayaan besar ini BONGO kembali sepi, para pemudik kembali ke perantauan berharap dan berdoa untuk kembali dalam rinduan suasananya TAHUN DEPAN ….. MUDIK-MUDIK ITULAH BUDAYA DALAM KERINDUAN DAN KECINTAAN MASYARAKAT BONGO TERHADAPNABI BESAR MUHAMMAD SAW ……………………………….
(Yotama) Maret 2007.


Inilah yang Unik !

Dalam masyarakat Bongo pada peringatan Maulud Nabi besar Muhammad SAW ADA DUA HAL YANG MENJADI PERMBICARAAN MASYARAKAT, ini juga berlaku sama bagi masyarakat Gorontalo pada umumnya, hanya bagi masyarakat Bongo ini menjadi special dan selalu menjadi menarik untuk dibicarakan karena perlu kesiapan yang matang.

1. WALIMA :
Walima dalam bahasa Arab yang artinya perayaan oleh masyarakat Gorontalo umumnya dikenal sebagai wadah yang berisi berbagai jenis kue basah atau kering yang diarak ke masjid pada setiap Maulid Nabi, bahkan di beberapa tempat di Gorontalo walima juga diisi dengan bahan makanan pokok hasil kebun, ternak dll yang disiapkan apa adanya.

Bagi masyarakat Bongo, Walima adalah hasil karya seni tinggi yang dipersiapkan berbulan-bulan, memerlukan kesabaran yang tinggi untuk mengerjakannya serta membutuhkan biaya yang lumayan besar.

Bentuk-bentuk walima di Bongo:






Bagian-bagian dalam Walima:


a. TOLANGGA
bamboo / rotan
rotan
kayu

Tolangga terbuat dari kayu yang paten dapat dipergunakan bertahun-tahun, disimpan oleh masyarakat Bongo untuk dipakai pada saat perayaan Maulid Nabi.


b. KERTAS WARNA
Bahan kertas warna digunakan untuk menghiasi bambu atau rotan pada Tolangga.



c. BENDERA
Bendera besar sesuai keinginan pemilik walima dengan guntingan berbagai bentuk, dipasang dari ujung walima sampai ke bawah.



Bendera kecil warna-warni jumlah tidak tetap tergantung keinginan pemilik walima, diletakkan di setiap sisi pada tengah walima.
Bahan bendera terbuat dari kertas atau kain.

contoh: contoh:
Bendera besar Bendera Kecil




d. KOLOMBENGI
terbuat dari tepung, gula & telur, kue ini dapat disimpan berbulan-bulan dan tidak mudah rusak, inilah kue khas Walima dari Bongo.


e. TUSUK KUE
terbuat dari bambu untuk tusukan kue kolombengi panjang sesuai ukuran tolangga.


f. PLASTIK
plastik bening biasa untuk melindungi kue kolombengi setelah ditusuk.

g. LILINGO
terbuat dari daun kelapa muda dibuat bulat seperti tempat nasi, fungsinya adalah wadah tempat nasi kuning, pisang, ayam bakar/goreng, ikan laut – asap, kue basah, dll.

h. MAKANAN
nasi kuning, ikan bakar, ayam bakar & pisang.


2. TUNUHIO
Dalam bahasa Indonesia tunuhio adalah yang diikutkan atau bersamaan ini adalah sejumlah uang sesuai kemampuan pemilik walima, jumlahnya biasanya mengikuti ukuran besar kecilnya walima tetapi juga ini tidak harus mengikuti ukuran walima, uang ini diserahkan pemilik walima kepada panitia pada saat walima tiba di masjid, jumlah uang (Tunuhi) pada saat maulid di Bongo bila ditota bisa puluhan juta dan dibagikan kepada pezikir yang datang dari luar Bongo untuk mengganti transportasai dll.

3. DIKILI

Dikili dalam bahasa Gorontalo biasanya dikenal pada saat maulid, dalam bahasa Indonesia lebih kurang artinya adalah Zikir, dalam peringatan maulid di Bongo para pezikir datang hampir mewakili wilayah Gorontalo jumlahnya bisa menjadi 500 orang bahkan dari Bolaang Mongondow & Sulawesi Tengah juga ada, mereka biasanya masyarakat Gorontalo yang berdomisili di wilayah itu dan hobi dengan Dikili. Dikili ini dilagukan dalam irama yang sama oleh banyak orang yang dimulai oleh pemimpin Agama setelah sholat Isya dan berakhir sebelum sholat zuhur atau lebih kurang 15 jam. Irama zikir yang khas ini membuat orang Bongo diperantauan menikmatinya dengan penuh kerinduan dan berdoa semoga Allah dapat memberinya umur panjang untuk dapat kembali ke desa ini tahun berikutnya.












Semangat Walima, Tunuhio & Dikili

Tuk Suatu Perayaan karena kecintaan, masyarakat desa ini dikenal ulet dan pantang menyerah seperti kokohnya walima dalam arakan yang penuh dengan doa-doa.

Memiliki sejarah yang panjang
Tulisan berdasarkan Nurdin Hamzah & Ibrahim Pateda sesuai penuturan orang-orang tua






Sejarah Desa BONGO
Sebelum abad 17, desa Bongo yang ada pada saat ini adalah kawasan pemukiman yang homogen dan religius yang wilayahnya terbagi dua, yaitu:
wilayah dataran tinggi bernama TAPA MODELO (sekarang menjadi dusun Tenilo dan